Lima Terpidana Mati Ketakutan Jelang Eksekusi

Lima Terpidana Mati Ketakutan Jelang Eksekusi

Terpidana mati sempat ketakutan saat Kejaksaan Agung memastikan mereka akan dieksekusi pada Minggu 18 Januari 2015 pukul 00.00 WIB.

"Mereka ketakutan saat tahu diputuskan MT dan segera dieksekusi," kata Pendeta Titus saat diwawancara tvOne, Sabtu 18 Januari 2015.

Rohaniwan yang biasa memberikan bimbingan spritual kepada narapidana di Nusakambangan itu menjelaskan, ketakutan yang dialami terpidana mati adalah hal yang biasa terjadi di Nusakambangan.

"Biasanya mereka sudah membayangkan hal yang buruk, jadi takut," paparnya.

Namun, semakin mendekati waktu pelaksanaan eksekusi, lima terpidana mati menyatakan diri mereka sudah siap untuk menjalaninya. "Saya terus katakan pada mereka, jangan takut karena semua akan kembali walaupun tidak dieksekusi," ujar Titus.

Seperti diketahui, Kejaksaan Agung sudah menetapkan enam terpidana mati kasus narkoba untuk dieksekusi.

Lima terpidana dieksekusi di Pulau Nusakambangan dan satu terpidana di Boyolali, Jawa Tengah.

Ini daftar nama keenam terpidana yang akan dieksekusi:

1. Namaona Denis (48), warga negara Malawi, diputus PN pada 2001. Grasi ditolak pada 20 Desember 2014.

2. Marco Archer Cardoso Moreira (53), warga negara Brasil, diputus PN pada 2004.

3. Daniel Enemuo alias Diarrassouba Mamadou (38), warga negara Nigeria, diputus PN pada 2004 dan grasi ditolak 30 Desember 2014.

4. Ang Kiem Soei alias Kim Ho alias Ance Tahir alias Tommi Wijaya (52), warga negara tidak jelas. Lahir di Fak-Fak Papua, mengaku sebagai pedagang, grasinya ditolak 30 Desember 2014.

5. Tran Thi Bich Hanh (37), warga negara Vietnam, tidak mengajukan kasasi dan permohonan grasinya ditolak pada 30 Desember 2014.

6. Rani Andriani alias Melisa Aprilia, WNI asal Cianjur, Jawa Barat. Pekerja tidak jelas, diputus PN pada 2000. Grasi ditolak 30 Desember 2014.

Surat Wasiat untuk Jokowi
Terpidana mati kasus narkoba, Namaona Denis (48), warga Negara Malawi, Nigeria menuliskan wasiat penting jelang eksekusi mati yang akan berlangsung Minggu, 18 Januari 2015 dini hari nanti.

Wasiat itu berupa surat terbuka yang ditujukan kepada Presiden Joko Widodo dan seluruh rakyat Indonesia yang disampaikan isteri Denis, Dewi Retno Atik. Surat itu disampaikan sesaat setelah kunjungan terakhir di ruang isolasi LP Nusakambangan, Cilacap, Jawa Tengah, Sabtu 17 Januari 2015.

Sekira pukul 14.00 rombongan keluarga dan kuasa hukum Denis keluar dari Dermaga Wijayakusuma dan langsung menyampaikan surat terbuka dari Denis yang memiliki nama asli Salomon Chibuke Okafer itu.

Isak tangis air mata Retno pun pecah saat dirinya membacakan surat terbuka suaminya jelang eksekusi. Didampingi kuasa hukum Denis, Chairul Anam, Retno yang mengenakan baju coklat muda dan dan jilbab warna coklat tua itu terlihat terbata-bata membacakan surat terakhir suami tercintanya.

Berikut surat terakhir terpidana mati Namaona Denis di detik-detik eksekusi mati yang akan dijalaninya:

Kepada Bapak Presiden dan seluruh rakyat Indonesia. Saya mohon maaf yang sebesar-besarnya atas kesalahan saya karena sebagai manusia, saya tidak lepas dari kesalahan. Namun perubahan hukum saya dari hukuman seumur hidup menjadi terpidana mati, setelah selama 14 tahun berjalan, telah merampas keadilan yang selama ini saya perjuangkan. Saya mohon kepada masyarakat untuk memahami perjuangan saya memperoleh keadilan, agar tidak ada orang lain yang mengalami perlakuan seperti saya. Karena ternyata berkelakuan baik dan patuh pada aturan hukum di negara ini saja tidak cukup untuk mendapatkan  keadilan. Karena itu melalui surat dari komans HAM yang bisa ditunjukkan oleh lawyer saya. Saya masih terus memperjuangkan keadilan yang tidak pernah saya dapatkan sampai saat ini. Dan atas nama saya Namaona Denis dan keluarga, berkali-kali saya mohon ampun kepada Allah, dan meminta maaf kepada rakyat Indonesia. Wasalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.


Butuh 10 Menit Pastikan Napi Meninggal
Bagaimana detik-detik eksekusi mati terjadi? Jaksa Agung HM Prasetyo menjelaskan bagaimana proses eksekusi terhadap enam narapidana mati oleh regu tembak di Nusakambangan dan Boyolali, Jawa Tengah, Minggu 18 Januari 2015.

Menurut Prasetyo, seluruh terpidana ditembak oleh tim khusus yang telah disiapkan. Setelah ditembak, ditunggu selama 10 menit untuk memastikan mereka sudah meninggal dunia apa belum.

"Ada tim dokter yang sudah disiapkan. Jika sudah dipastikan, baru dilepaskan dari tiang penyangga untuk selanjutnya dibersihkan," kata Prasetyo.

Menurut dia, eksekusi mati memang bukan hal yang menggembirakan. Langkah itu memang terbilang memprihatinkan. Namun bagaimanapun hal itu tetap harus dilakukan. Terutama untuk memberikan efek kepada para pelaku narkoba lain di Indonesia.

"Semua hak hukum mereka telah kami penuhi. Termasuk semua permintaan terakhir mereka. Kami pastikan tidak ada satupun yang terlewati. Bagaimanapun juga, eksekusi memang menjadi proses akhir yang harus dilalui," ujar Prasetyo.

Kini, jenazah enam terpidana mati sudah dibersihkan. Tiga terpidana mati, sesuai permintaan terakhirnya meminta untuk dikremasi sementara tiga lainnya akan dijadwalkan untuk dimakamkan secara biasa. (net/isk)