Pilkada Serentak Dianggap Membosankan

Pilkada Serentak Dianggap Membosankan

DPR sahkan Undang-Undang tentang Pilkada langsung (VIVAnews/Anhar Rizki Affandi)

Tribunriau, JAKARTA-
Undang-undang tentang Pilkada langsung yang baru disahkan oleh Paripurna DPR pada Selasa 20 Januari 2015 kemarin, dianggap membuat jenuh publik.

Undang-undang ini disahkan, setelah sebelumnya bernama Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) No 1 tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Wali Kota. Serta Perppu No.2 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.

Mantan Ketua Komisi II DPR Agun Gunanjar menilai, Undang-undang ini masih banyak kekurangannya. Bahkan berpotensi membuat publik apatis terhadap demokrasi.

"Kalau menurut saya, yang perlu direvisi itu coba bikin pemilihan kepala daerah yang efisien dan efektif. Nggak perlu jadwal satu tahun. Itu buat rakyat jenuh, nanti anti demokrasi," kata Agun di gedung DPR, Jakarta, Rabu 21 Januari 2015.

Usai Pilpres

UU No 1 tahun 2014 mensyaratkan pelaksanaan pilkada serentak di seluruh Indonesia. Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah merencanakan Pilkada serentak yang diikuti 7 provinsi dan 181 kabupaten/kota. Pelaksanaannya tahap pertama dijadwalkan Desember 2015 mendatang.

Kemudian tahap kedua dilaksanakan pada Juni 2018, sehingga jadwal Pilkada serentak nasional dapat terwujud pada tahun 2021 pasca Pemilu Legislatif dan Pilpres 2019.

Menurut Agun, aturan mengenai pelaksanaan pilkada serentak yang hanya berselang satu tahun setelah Pilpres akan berdampak pada proses demokrasi, terutama berpengaruh pada partisipasi publik yang diharapkan tinggi.

Seandainya saja proses ini dilakukan cukup lama, maka akan memudahkan partai politik untuk memobilisasi rakyat. Tapi sebaliknya, jika tetap dipaksakan digelar tahun 2015 ini, Agun yakin partai politik sulit memobilisasi rakyat untuk ikut dalam aktivitas pemilu.

Dalam tahapan Pilkada 2015 ini, ada 204 daerah yang akan melaksanakan pemilu secara mandiri. Namun, jadwal yang diatur yakni sampai dua putaran, memakan waktu hingga 2016. Situasi ini dianggap tidak baik untuk perkembangan demokrasi ke depannya.

"Komisi II suruh berpikir cerdas. Jadi jadwal yang sudah ditetapkan itu, sangat melelahkan, nggak masuk diakal," ujar politisi Partai Golkar ini.(vci/isk)