Yusril: Jokowi Keliru Berhentikan Sutarman

Yusril: Jokowi Keliru Berhentikan Sutarman

Tribunriau-
Pakar hukum tata negara Yusril Ihza Mahendra menilai pengangkatan Plt Kapolri oleh Presiden RI Joko Widodo atau yang akrab disapa Jokowi adalah keliru, karena Plt Kapolri ada karena Kapolri diberhentikan dalam keadaan mendesak.

"Plt Kapolri itu baru ada kalau Kapolri diberhentikan sementara dalam keadaan mendesak. Keadaan mendesak itu karena Kapolri melanggar sumpah jabatan atau membahayakan keamanan negara," ujar Yusril, Minggu, (18/01/2015).

Dijelaskannya, dalam keadaan normal, Jokowi tidak bisa memberhentikan Kapolri tanpa restu dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI. Untuk itu, pemberhentian Jenderal Sutarman dari jabatannya sebagai Kapolri tidak tepat. Menurutnya, jika Jokowi menunda pengangkatan Budi Gunawan, mestinya Sutarman tidak diberhentikan dari jabatannya meski DPR sudah setuju dia berhenti.

Mantan menteri hukum dan HAM ini menambahkan, pemberhentian Sutarman harus satu paket dengan pengangkatan Kapolri baru. Oleh sebab itu, pemberhentian Sutarman yang diikuti dengan pengangkatan Plt Kapolri menurut dia tidak bisa dibenarkan.

Jokowi baru bisa memberhentikan Sutarman jika yang bersangkutan melanggar sumpah jabatan atau membahayakan keamanan negara. "Hemat saya merupakan keputusan yang keliru dilihat dari sudut UU."

Sebelumnya, Presiden Jokowi memberhentikan Jenderal Sutaman dari posisinya sebagai Kapolri. Jokowi kemudian menunjuk Komjen Pol Badrodin Haiti, yang sebelumnya menjabat Wakapolri sebagai Plt Kapolri.

Hal ini dilakukan menyusul penetapan status tersangka terhadap Komjen Budi Gunawan. Calon tunggal Kapolri tersebut disangka melakukan tindak pidana korupsi dengan menerima hadiah atau janji.

Komisi III: Tidak Harus Persetujuan DPR
Berbeda dengan Komisi III DPR RI, Ketua Komisi Azis Syamsuddin menjelaskan bahwasanya Presiden Joko Widodo bisa mengangkat Pelaksana Tugas (Plt) untuk kekosongan Kapolri.

"Bisa Plt (Pelaksana tugas, red). Dilantik dulu, lalu mengajukan cuti," kata Azis, di gedung DPR, Jakarta, Jumat 16 Januari 2015.

Azis mengatakan, proses politik dari fit and proper test hingga penetapan di paripurna, sudah dilalui. Sehingga, Presiden harus menghormati itu.

Untuk Plt, Azis mengatakan bahwa Presiden bisa langsung menunjuk nama. "Tidak harus (persetujuan DPR, red)," katanya.

DPR pada paripurna 15 Januari 2015, telah memutuskan untuk menerima Komjen Budi Gunawan sebagai Kapolri. Hanya Fraksi Demokrat yang tidak setuju.

Saat ini, Komjen Budi Gunawan menjadi tersangka dugaan korupsi dan penerimaan hadiah atau janji. Ketua KPK, Abraham Samad, mengatakan, tradisi di KPK bahwa tersangka pasti akan ditahan.

Presiden Jokowi mengaku sudah menerima surat dari DPR perihal persetujuan terhadap pengangkatan Budi Gunawan menjadi Kapolri. Namun demikian, sampai detik ini Jokowi belum memutuskan sikap.

"Tadi malam sudah saya terima surat dari DPR. Tadi pagi sudah diproses di Setneg, jadi sabar dan tunggu," kata Jokowi di halaman Istana Merdeka.(net/isk)